15 September 2008

Dunia dongeng tanaman hias

Ilham Khoiri

Mengikuti perkembangan tanaman hias beberapa tahun belakangan seperti memasuki dunia dongeng. Tren berganti-ganti dan orang-orang berduit tak segan mengeluarkan uang miliaran rupiah demi memburu tanaman primadona. Masyarakat umum pun ikut-ikutan menginvestasikan uang yang pas-pasan demi mimpi meraup untung besar. Apa yang sesungguhnya terjadi?

Masyarakat di Tanah Air sedang terjangkiti demam tanaman hias. Cobalah berkunjung ke Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sejak memasuki kawasan Jaten, yang berbatasan dengan Kota Solo, kita langsung menghirup aroma anturium, tanaman yang jadi tren tahun 2007 ini. Ratusan kebun tanaman hias memenuhi kiri-kanan jalan raya.

Tiba di kawasan Karangpandan, Tawangmangu, dan Ngargoyoso, kebun bunga makin berjubel di mana-mana. Penduduk membangun kotak-kotak di depan rumah sebagai semacam “etalase” untuk memajang tanaman. Baliho-baliho besar dipasang dengan mengusung jargon: “Selamat datang di Kabupaten Anturium”.

Bupati Karanganyar Rina Iriani Sri Ratnaningsih memang mencanangkan kabupaten itu sebagai “Kabupaten Anturium” dan meminta masyarakat di 17 kecamatan untuk menanam berbagai jenis anturium. Kini, ada 1.000 petani, ratusan nursery dan green house yang membiakkan tanaman ini. “Saya mendorong mereka agar fokus pada tanaman hias. Di sini, kalau tidak memiliki anturium, orang tidak merasa jadi orang Karanganyar,” ujarnya.

Tren anturium juga merasuki wilayah lain di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, dan meluas lagi sampai Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Papua. Pameran, kontes, dan media hobi kerap menampilkan tanaman ini sebagai primadona. Selain jenmanii, jenis lain juga banyak dicari, seperti black beauty, hokeri, gelombang cinta, dan garuda.

Yang sangat fenomenal, tentulah rekor harga yang gila-gilaan. Awal tahun 2006, indukan anturium jenmanii masih berharga Rp 1.000.000 per pot. Tapi, baru-baru ini, satu pohon anturium jenis jenmanii hasil silangan baru di Kudus, Jawa Tengah, dikabarkan mencapai harga Rp 1,25 miliar. Biji-biji jenmanii yang baru dipanen pun laku Rp 250.000 per buah.

Meski tak seheboh anturium, aglaonema juga sempat booming beberapa tahun lalu. Saat itu, masyarakat juga getol memburu berbagai jenis tanaman dengan daun berbintik-bintik ini, terutama jenis pride sumatera, hot lady, dan widuri. Tren memuncak saat aglaonema harlequin hasil silangan Greg Hambali terjual seharga Rp 660 juta pada lelang terbatas pertengahan tahun 2006.

Sebelum itu, adenium-lah yang jadi raja tanaman hias. Sejak tahun 2002, masyarakat menguber berbagai jenis adenium dengan bunga berwarna-warni, seperti crimson star, arabicum, dan herry potter. Tahun 2005, tanaman asal Afrika ini pernah mencapai rekor harga sekitar Rp 100 juta.

Begitulah, tren tanaman hias berubah begitu cepat, dengan siklus sekitar dua tahunan. Harga tanaman bisa melonjak tinggi, tetapi juga gampang jatuh. “Fenomena harga yang gila-gilaan hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara lain, seperti Taiwan, Thailand, Hongkong, dan Amerika, masyarakat membeli tanaman dengan harga wajar,” kata Pemimpin Redaksi Majalah Trubus Onny Untung.

Goreng-gorengan?

Kenapa bisnis tanaman hias diwarnai harga yang gila-gilaan? Menurut Ketua Florikultura Indonesia Iwan Hendrayanta, situasi itu terjadi karena stok tanaman hias tertentu memang yang terbatas, padahal kebutuhan pasar tinggi. Tetapi, itu juga bisa dipengaruhi spekulasi para pemain baru yang terjun dalam bisnis ini.

Biasanya satu jenis tanaman yang potensial dimatangkan dulu di kalangan penyilang atau pemilik tanaman indukan. Sebelum dilempar ke pasar, tanaman itu diperkenalkan dulu dalam pameran, kontes, atau brosur. Tanaman yang memperoleh sambutan bagus lantas dipublikasikan media, seperti Trubus atau Flona.

“Kalau sudah diulas media, biasanya orang-orang langsung penasaran, mencari-cari, dan tumbuhlah pasar. Ketika pasar bertambah dan stok terbatas, otomatis harga terdongkrak,” kata Iwan.

Saat harga naik, bisnis tanaman itu menjanjikan untung besar. Masuklah kalangan berduit atau konglomerat yang ingin untung cepat. Mereka berinvestasi dengan menanamkan modal besar. Dalam kondisi seperti itu, harga tanaman bisa melejit sampai taraf “tak masuk akal”.

Bursa tanaman tambah panas ketika para pemain berlomba mendatangkan jenis-jenis baru dari luar negeri, terutama Thailand, Filipina, dan Taiwan. Apalagi, kemudian bermunculan orang yang ikut-ikutan atau kolektor yang membeli demi gengsi. Hauwlie, pemilik Gracia Nursery di Karanganyar, mengungkapkan, banyak pemain di bisnis ikan, burung, atau pengusaha bus dan rokok yang terjun ke tanaman hias.

“Tidak benar pengusaha Karanganyar sengaja menggoreng-goreng harga anturium. Harga melonjak karena ada sejumlah pengusaha pendatang baru yang berspekulasi menawarkan harga tinggi,” kata Didik Setiawan, pemilik Nursery dan Gardening Deni di Karanganyar.

Menurut Chandra Gunawan Hendarto, pemilik Godongijo Nursery di Sawangan, Depok, orang berduit berani berinvestasi ke tanaman hias karena melihat sektor riil ekonomi masih lesu. Saat bersamaan, bunga deposito di bank yang sekitar 8-9 persen per tahun dinilai terlalu minim, sedangkan permainan saham dianggap kurang menarik karena turun-naik.

“Orang yang punya duit lalu melirik bisnis tanaman hias yang sedang menggairahkan. Jadilah bisnis ini makin ramai saja, banyak orang yang semrintil-ngintil,” kata Chandra, yang memopulerkan adenium sejak tahun 1999.

Pencurian

Ketika jadi komoditas bernilai tinggi, tanaman hias lantas jadi incaran banyak orang, termasuk pencuri. Sejak heboh anturium jenmanii yang mahal, banyak pemilik nursery mengaku kebobolan. Sayangnya, kasus kriminal itu sulit ditangani kepolisian karena belum ada identifikasi khusus untuk tanaman hias.

“Saya sudah pernah empat kali kecurian tanaman anturium. Nilainya bisa ratusan juta rupiah,” kata Jefri, penggemar tanaman hias asal Cipanas, Puncak.

Mengantisipasi situasi ini, pemilik tanaman hias mau tak mau harus mengeluarkan biaya tinggi demi menciptakan keamanan berlapis. Jangan heran jika kebun-kebun anturium di Karanganyar dikerangkeng pagar besi, dikawal sejumlah satpam 24 jam, dipasangi alarm, kamera CCTV, sampai dijaga anjing galak.

“Demi menjaga anturium, bahkan ada orang yang memboyong tanaman itu dalam kamar untuk diajak tidur bersama,” kata Ketua Koperasi Pinasti Karanganyar M Zamzami Ali.

Tidur bersama tanaman? Ah, benar-benar mirip dunia dongeng saja! (sonya hellen sinombor/ frans sartono)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0710/28/kehidupan/3947155.htm

Tidak ada komentar: