15 September 2008

Dari masa ke masa, setelah anthurium, apalagi?

Masyarakat Indonesia punya selera yang unik menyangkut soal tanaman hias. Mula-mula, banyak orang menggandrungi tanaman yang memiliki bunga indah, lalu bergeser pada pepohonan pelindung untuk taman. Belakangan, masyarakat menyukai bunga dalam pot yang bisa dipelihara dalam rumah.

Adalah bunga nusa indah yang dikenal menjadi primadona bagi masyarakat Indonesia tahun 1970-an. Saat itu, hampir tidak ada halaman rumah, kantor, hotel, dan toko di kota-kota yang tidak memajang tanaman yang kerap disebut cangkok emas atau daun putri itu. Bunganya yang merah cerah atau putih bersih dianggap melambangkan kesejahteraan pemiliknya.

Memasuki tahun 1980-an, selera masyarakat beralih pada bunga bugenvil atau kembang kertas. Meski sempat tersebar mitos tanaman ini beraura panas sehingga menyulitkan kehidupan keluarga yang memeliharanya, bugenvil tetap memikat banyak kalangan. Tanaman dengan bunga warna-warni ini banyak ditanam di pinggir jalan atau pekarangan rumah.

Saat program pembangunan gencar dilakukan di Indonesia pada era tahun 1990-an, berkembang jenis tanaman hias untuk lanskap atau taman terbuka, terutama jenis palem-paleman. Palem yang terkenal adalah palem botol, palem raja, dan ekor tupai. Saat itu, jenis tanaman ini berharga mahal.

“Harga palem ekor tupai dewasa bisa mencapai Rp 7 juta. Harga tersebut sudah sangat tinggi zaman itu. Buah palem juga laris di pasaran yang dibeli orang untuk ditanam sendiri,” kata Matius Alberto Mujadi (38), landscaper asal Depok, Jawa Barat.

Tak hanya palem, tahun 1990-an juga diwarnai tren tanaman peneduh, seperti kamboja dan cemara udang dengan bentuk semi bonsai. Saat tren, banyak orang yang berburu bonggol cemara udang langsung dari hutan. Banyak pedagang melirik bisnis tanaman cantik ini.

Tahun 2000-an, tren tanaman hias makin cepat berganti. Berawal dari adenium, aglaonema, lantas belakangan terjadi demam anturium. Di sela-sela tiga tren besar itu, masih sempat muncul lagi beberapa tanaman lain, seperti euforbia, philodendron, pachypodium, dan sansiviera. Masing-masing tanaman memiliki keunggulan sendiri-sendiri.

Meskipun demam anturium masih terus berlangsung, kini orang sudah bertanya-tanya, tanaman apa lagi yang bakal naik daun? Diam-diam, sebagian orang sekarang mulai memborong senthe atau kajar-kajar, tanaman talas besar yang banyak tumbuh di pekarangan rumah di Jawa. Diperkirakan, tanaman besar ini bakal makin digemari.

Tapi, sebenarnya semuanya masih gelap. Para kolektor, pengusaha, pedagang, dan petani tanaman hanya bisa menduga, tanaman yang bakal jadi tren tentulah yang punya sifat-sifat mirip anturium, adenium, dan aglaonema. Tanaman itu mesti menarik sehingga potensial untuk digandrungi banyak orang. Untuk memenuhi kebutuhan pasar, stoknya harus cukup.

“Tanaman bisa jadi tren kalau gampang dipelihara dan mudah diperbanyak, tetapi biar orang tidak cepat bosan, perbanyakan itu hendaknya menghasilkan variasi baru yang segar, seperti terjadi pada adenium dan anturium,” kata Handry Chuhaery (40), pemilik Han Garden di Serpong, Tangerang. (iam)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0710/28/kehidupan/3947009.htm

Tidak ada komentar: